Dilansir dari SuaraBanyuurip.com -
Ali Imron
Tuban- Sosialisasi
dan konsultasi publik rencana pembangunan Kilang NGRR Tuban di Desa
Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, berakhir riuh.
Muncul gerakan penolakan jual lahan untuk proyek kilang dari warga
setempat.
"Kami menyatakan menolak untuk diadakan pabrik," ujar warga Sumurgeneng, Ali Sutrisno, ketika dikonfirmasi
suarabanyuurip.com disela dialog dengan Pemprov Jatim dan Pertamina, Rabu (9/1/2019).
Disambung
warga lainnya Darmono, juga menolak karena tanah yang akan digunakan
sebagai Kilang NGGR Tuban milik leluhur yang harus dipertahankan.
Mewakili unsur peserta sosialisasi perempuan, Diatun, menyampaikan permohonan maaf jika ada kata yang kurang sopan dari warga.
Secara pribadi dirinya menolak pembangunan Kilang NGGR Tuban. Alasannya, saat pembebasan Kilang
Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) di Desa Remen pada tahun 1993, warga tak pernah diperhatikan.
"Saya
Lulus tahun 1996. Sudah beberapa kali membuat permohonan kerja tapi
sampai sekarang tak ada respon apa-apa," sambung Diatun.
Jika Pemprov Jatim dan Pertamina datang ke sini secara baik-baik, maka masyarakat Sumurgeneng akan menanggapi dengan baik.
"Untuk membeli tanah warga harus sopan, karena itu hak pribadi pemilik lahan," ucapnya.
Menurut dia, Indonesia bukan punya lahan hanya di Sumurgeneng. Kerena itu bekerjalah dengan sopan santun.
"Kenapa
saya pegang microfon, karena dulu leluhur saya punya ladang 12 hektare,
lahan 54 petak. Ada 1,5 hektare yang masih tersangkut dengan TPPI.
Jagalah Sumurgeneng dengan baik. Sedikit banyak warga butuh pemerintah
dan sebaliknya," sambungnya.
Perempuan berkulit sawo matang itu
berpesan, jangan ada perselisihan antar pihak manapun. Yang ada kejadian
kurang baik di Sumurgeneng maupun yang lainnya.
Warga lainnya,
Wantono, menyampaikan selama ini kondisi warga sudah adem ayem dan telah
berdidikari. Bisa makan dan masak berasnya sendiri. Bisa makan sate
kambingnya sendiri.
Namun, lanjut dia, dengan adanya rencana pembangunan Kilang NGGR menjadikan suasana menjadi kisruh.
"Kalau
ada pabrik pasti ada efek-efek. Kalau pemerintah benar-benar
merealisasikan aturan, maka ada undang-undang yang dilanggar termasuk
HAM," bebernya.
Pihaknya menegaskan tidak terlena dengan rayuan dari Pemprov Jatim dan Pertamina. Sekali menolak tetap menolak.
"Warga Sumurgeneng sudah makmur dengan bertani," tegasnya.
Menanggapi
itu, Kabag Tata Pemerintahan Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah
Pemprov Jatim, Mardiana, meminta warga untuk menyampaikan aspirasinya
melalui tulisan kemudian dikirimkan ke tim. Harapannya aspirasi warga
bisa dikaji kemudian dicarikan solusi yang terbaik.
"Sekarang
baru tahap awal penetapan lokasi dan partisipasi warga kami butuhkan
untuk menyukseskan proyek," sambung perempuan ramah itu.
Perlu
diketahui, berdirinya Kilang NGRR Tuban akan berpijak di lahan
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kurang lebih 348
hektare, lahan tanah masyarakat dan desa seluas kurang lebih 384
hektare, dan lahan perhutani 109 hektare dan luas total 841 hektare.
(aim)